Malino berdarah - Berikut sejarah singkat penjuangan rakyat malino untuk mengusir penjajah
Hari itu, 18 Desember 1946, pasukan belanda memuntahkan peluru, jerit tangis menggema dimana-ana. Bagi para pemuda di Malino, perubatan biadab Belanda, paling tidak harus dibayar dengan darah. Mereka bersatu mengangkat senjata dan membuat strategi di empat penjuru untuk mengepung markas belanda. Mulai dari Limbua, Buluttana, Gantarang dan Tombolopao. Akhirnya markas belanda di Malino berhasil diporak-porandakan, termasuk markas KNIL di kota Malino. Setelah bala bantuan tentara belanda datang dari Makassar, mereka lalu menyerang secara membabibuta, baik kepada pemuda pejuang maupun penduduk yang tidak berdosa. Peristiwa penyerangan saat itu kemudian lebih dikenal dengan nama Malino berdarah.
Sebelum terjadi peristiwa yang mengerikan itu, Belanda yang berniat untuk menjajah kembali bangsa Indonesia, mengambil hati rakyat Indonesia. Mereka mendatangi seluruh rakrat dipelosok desa, seperti halnya yang dilakukan oleh Mr Westof yang saat itu menjadi Tuan Petooro atau residen di Malino. Kedatangannya ke Tombolo Pao untuk membagi-bagikan pakaian kepada warga desa, agar mereka lebih simpatik pada belanda. Namun para pejuang sudah tidak percaya lagi pada belanda, mereka ingin merdeka, terbebas dari belenggu penjajahan.
Sikap pemuda demikian, ingin mengenyahkan orang-orang belanda di bumi Sulawesi. Ketika Tuan Wes stof dalam perjalanan pulang dari Tombolo Pao menuju Makassar, ketika sampai di sebuah lokasi yang tidak berpenghuni yang disebut kampung Kanre Apia,, para pejuang menghadang di tengah jalan. Rombongan pemuda itu dipimpin oleh Karaeng Pado, langsung menghadang uan Wesstof dan menancapkan keris pusakanya ditubuh Mr Wes stof berkali-kali hingga akhirnya Tuan Petoro menemui ajalnya.
H. Abd rauf Daeng Nompo Karaen Parigi, salah seorang saksi sejarah mengatakan, setelah pengepungan markas KNIL di Malino, datanglah bantuan tentara belanda dar Makassar dan Sungguminasa. Mereka lalu mencari pemuda di sekitar kota Malino. Setiap pemuda yang dijumpai, mereka langsung digiring ke suatu tempat, lalu disirami peluruh, hingga mereka menemui ajalnya. Dalam peristiwa itu, lebih 100 orang pejuang dan rakyat yang tidak berdosa menjadi korban keganasan Belanda. Para pejuang yang jadi korban, adalah ayah Abd Rauf Dg Nompo bernama Sulaeman Daeng Jarung , Mappatangka Daeng Rani, Andi Mangeurangi, R. Endang, Karaeng Pado, Andi Baso Makkumpella , Colleng Dg Ngalle dan masih banyak lainnya.*
0 Response to "Malino Berdarah - sejarah singkat penjuangan rakyat malino"
Posting Komentar